Senin, 15 Juni 2015

Anak Gemar Mi Instan? Nggak Masalah karena Ada Mi Tropicana Slim

Anak Gemar Mi Instan? Nggak Masalah karena Ada Mi Tropicana Slim


Punya anak yang susah makan itu sangat menguras perasaan, energi, dan tentu saja uang. Sampai umur empat tahun, sulung kami, Azzam, hanya mengonsumsi susu. Jika mau makan, itupun dengan lauk yang dia suka yaitu ayam goreng di gerai-gerai terkenal dan kentang goreng plus saos sambal. Untuk memenuhi kebutuhan gizinya, tak sedikit uang yang harus kami sisihkan untuk membeli makanan cair dalam bentuk susu.
Ketika Azzam punya adik, dia mulai mau makan nasi dengan lauk selain ayam goreng crispy. Menginjak usia sekolah, dia pun mulai mau makan berbagai macam makanan dan juga snack. Apalagi setelah kami stop susunya, Azzam mulai doyan makan. Hingga dia mulai mengenal mi instan, maka mi instan beralih menjadi makanan favoritnya. Azzam sering request mi instan, baik kuah maupun goreng. Awalnya saya membolehkan apalagi saat melihatnya menyantap mi yang terhidang dengan sangat lahap. Mi instan juga menjadi senjata ampuh saat dia ngambek tidak mau sekolah atau belajar.
Suatu saat saya sadar bahwa membiarkan anak-anak makan makanan yang tidak sehat bisa berdampak buruk bagi kesehatannya suatu saat nanti. Akhirnya saya mulai membuat peraturan yakni seminggu sekali untuk makan mi instan, itupun masih dibarengi dengan beragam kekhawatiran. Kegelisahan saya tidak berlangsung lama saat tahu ada mi sehat, yaitu Mi Tropicana Slim Rasa Ayam Bakar. Begitu ada waktu senggang, saya langsung hunting ke supermarket di dekat rumah. Dan, yeay! Saya dapat! Sampai di rumah pun saya tak sabar untuk memasaknya segera.


Mi Kering Tropicana Slim Rasa Ayam Bakar ini sehat sehingga aman dikonsumsi karena rendah lemak, kalori, dan garam. Mi instan ini tidak melalui proses penggorengan untuk pengeringannya, melainkan dipanggang. Oleh karena itu kandungan lemaknya lebih rendah, sehingga lebih rendah kalori. Ini cocok sekali bagi yang sedang melakukan diet. Mi Kering Tropicana Slim Rasa Ayam Bakar ini juga rendah garam sehingga lebih sehat.
Nah, saat saya memasak mi buat Azzam, saya takjub saat melihat air rebusan Mi Tropicana Slim tetap bening. Ini berbeda sekali dengan mi instan yang lain. Tiap kali direbus, air rebusannya pasti keruh sekali. Hmm, secara kasat mata saja sudah kelihatan ya bedanya.


Kali ini saya meyajikan Mi Tropicana Slim bersama buah mentimun, lalapan kesukaan Azzam. Agar gizinya semakin baik, saya tambahkan telur ceplok yang saya masukkan ke dalam air mendidih. Kali ini saya mau menyajikan makanan yang minim minyak-kolesterol untuk Azzam. Beberapa potong apel, segelas air putih, dan yoghurt menemani kejutan "manis" ini. Kalau mau sehat jangan tanggung-tanggung. Iya nggak?


Saat Azzam tiba dari masjid, dia terkejut bercampur senang saat melihat kejutan dari saya.
“Ini buat Mas, Mi?” tanyanya sambil menunjuk ke lantai. Sepertinya dia langsung ngeces, hehe.
“Wah, terima kasih Umi. Mas sayang sama Umi,” ucapnya saat saya mengangguk. Tadinya saya agak khawatir Azzam tidak suka tapi melihat suapan demi suapan yang masuk ke mulutnya, saya bisa menebak komentar dia seperti apa.


“Hmm, enaaaak.”
“Ih, makan mi lagi. Kan nggak boleh sering-sering makan mi,” celetuk Ammar adik Azzam saat melihat kakaknya menyantap mi instan dengan lahap.
“Ini mi sehat tahuuuu,” sergah Azzam dengan semangat. Rupanya dia sudah melihat iklan Mi Tropicana Slim sebagai mi sehat di layar televisi. Saya jadi tertawa melihat celotehan keduanya.
“Iya kan, Mi?” tanya Azzam pada saya. Saya lalu menerangkan pada keduanya bahwa Mi Tropicana Slim ini mi yang sehat sehingga aman untuk dikonsumsi.
“Tuh kan? Ntar bikinin Mas mi ini lagi ya Mi?” pinta Azzam setelah meyelesaikan suapan terakhirnya.
Kalau Azzam sudah berkata begitu, berarti Mi Tropicana Slim ini memang enak. Jadi kekhawatiran bahwa mi instan yang sehat itu rasanya tidak seenak mi instan lain, itu tidak benar. Ternyata ada kok, mi sehat yang rasanya juga enak. Itu bisa kita temukan dalam Mi Tropicana Slim. Mulai sekarang harus mulai nyetok nih di rumah buat persediaan di kala lapar datang. Tak apalah mengeluarkan uang lebih banyak karena kesehatan anak tetap nomor satu. Tropicana Slim, terima kasih sudah menghadirkan mi instan sehat yang enak untuk kami sekeluarga.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba "Blog Competition Tropicana Slim"
Link: bit.ly/mitropicanaslim



Kamis, 05 Desember 2013

Lomba Cerpen Anak Gurita

Penyelamatan Guri

            Guri si gurita merah terlihat murung sekali. Sudah satu jam ia hanya diam di sudut akuarium. Si Bubun ikan buntal dan Kepi si kepiting menjadi heran dibuatnya. Biasanya Guri sudah berjalan-jalan mengelilingi akuarium yang besar itu. Dengan delapan tentakelnya yang berwarna merah, Guri terlihat lincah saat bergerak kesana kemari. Sejak Kudal si kuda laut menceritakan sesuatu pada Guri, Guri menjadi murung dan banyak diam. Akhirnya Kudal mau bercerita pada Bubun dan Kepi.
“Sore itu Bapak kedatangan seorang tamu. Tubuhnya ceking dan rambutnya gondrong,” ujar Kudal mengawali ceritanya. Panggilan bapak mereka tujukan pada Pak Ade, pemilik rumah sekaligus akuarium tempat mereka tinggal selama ini.
“Waktu itu kalian semua sedang tidur pulas, jadi hanya aku saja yang mendengar pembicaraan mereka,”
“Lalu?” sela Kepi dengan tidak sabar. Matanya tidak berkedip menatap Kudal.
“Sabar Kepi,” Bubun menyenggol Kepi berkali-kali dengan ekornya.
“Jadi orang yang berambut gondrong itu hendak membeli Guri, teman-teman…” ucap Kudal sambil menunduk.
“Apa?” pekik Bubun dan Kepi. Guri terkejut mendengarnya lalu mendekat dengan perlahan. Mereka berempat lalu berangkulan seakan enggan berpisah.
            Menjelang malam, seluruh penghuni akuarium berkumpul di dekat terumbu karang. Mereka hendak membicarakan nasib Guri. Kepi ditunjuk sebagai pemimpin rapat.
“Seperti yang sudah kita dengar, Guri akan dibeli oleh seseorang dalam waktu dekat ini. Bagaimana teman-teman?” tanya Kepi yang berdiri di samping Guri.
“Mari kita rundingkan cara-cara untuk menyelamatkan Guri,” usul Kudal dengan semangat. Semua langsung merapat ke arah Kepi dan Guri. Guri terharu melihat kepedulian temen-temannya.
“Aku akan menggigit orang itu,” seru Sisinga si ikan singa.
“Benar, duri-duri Sisinga amat beracun. Orang itu bisa sakit kepala, muntah-muntah, dan terganggu pernafasannya,” timpal Kudal.
“Aku akan menggembung untuk mengagetkannya lalu menusuk kulitnya jika orang itu masih belum jera juga setelah digigit Sisinga,” Kata Bubun dengan berapi-api.
“Terima kasih teman-teman. Aku juga punya rencana sendiri,” ucap Guri tiba-tiba. Semua kembali merapat untuk mendengarkan rencana Guri.

            Siang ini tamu Pak Ade memenuhi janjinya untuk datang. Dia sungguh ingin membeli Guri. Koper berwarna hitam yang dibawanya penuh berisi uang. Pak Ade sempat diberi tahu sebelum mereka berdua melangkah menuju akuarium.
“Pak, saya tidak melihat gurita merah Bapak. Di mana ya? Apa sembunyi?” Laki-laki berambut gondrong itu mulai merasa khawatir. Keringat mulai membasahi dahinya yang lebar.
“Oya? Mungkin sedang di dalam terumbu karang, Pak,” jawab Pak Ade pendek.
“Waduh… Jangan-jangan dia kabur, Pak?” ucap si tamu sambil mengusap dahinya berkali-kali.
“Ah, masa sih Pak?” sahut Pak Ade sambil melongok ke dalam akuarium. Pandangannya menyapu deretan rumput asam dan rumput jarum di sebelah terumbu karang. Guri memang tidak terlihat di sana.
“Bapak belum tahu ya, gurita itu bisa meloloskan diri dengan membuka tutup akuarium,” terang si rambut gondrong dengan nada tinggi. Pak Ade mulai tidak suka dengan sikap tamunya itu.
“Saya boleh melihat ke dalam akuarium,Pak?” tawar si tamu. Pak Ade hanya mengangguk lalu memberitahunya supaya tidak memasukkan tangan ke dalam akuarium karena  berbahaya.
“Jangan, Pak!” teriak Pak Ade saat melihat si tamu memasukkan tangannya ke dalam akuarium untuk mencari Guri. Sesuai rencana semalam, Sisinga langsung beraksi.
“Auw! Sakit!” jerit si rambut gondrong sambil mengibas-ngibaskan tangan kanannya.
“Saya bilang juga apa, Pak. Ikan singa itu durinya beracun,” Pak Ade mendekati tamunya sambil menyodorkan tissue untuk mengelap bekas gigitan Sisinga..
“Kenapa sih Bapak ingin sekali membeli gurita saya?” selidik Pak Ade setelah kembali dari dapur untuk membuatkan tamunya itu susu sebagai penetral racun.
“Gurita itu hewan yang cerdas, Pak,” jawab si tamu pelan sambil meringis kesakitan.
“Itu saja?” desak Pak Ade. Ia mulai mencium gelagat tidak baik dari tamunya itu.
“Sebenarnya, saya mau meminta petunjuk pada gurita itu di acara sepak bola bulan depan. Kalau menang, saya bisa kaya mendadak,” jawabnya sambil berbisik di telinga kiri Pak Ade.
“Maksud Bapak untuk meramal tim mana yang akan memenangi turnamen sepak bola se Asia itu?” tanya Pak Ade sengit. Pak Ade tidak memberi kesempatan pada tamunya untuk berbicara lagi. Muka Pak Ade yang putih kini berubah merah seperti warna Guri.
“Maaf, Bapak salah alamat. Saya tidak akan menjual gurita saya pada Anda. Saya tidak akan membiarkan salah satu hewan kesayangan saya dimanfaatkan untuk hal yang tidak baik. Apalagi untuk taruhan!” suara Pak Ade semakin tinggi dan tegas. Si tamu tidak menduga jika tuan rumah akan marah besar.
“Sabar, Pak. Kita bisa bicarakan baik-baik. Saya akan tambah uangnya sebanyak yang Bapak minta,” bujuk laki-laki itu.
“Saya minta habiskan susu itu lalu pergi ke dokter dan jangan kembali lagi ke sini,” ucap Pak Ade sambil membukakan pintu rumah. Sorot tajam mata Pak Ade menandakan kali ini dia berkata dengan sungguh-sungguh. Sang tamu mengambil koper hitamnya lalu berjalan menuju pintu dengan gontai.
“Hore..!” seru seluruh penghuni akuarium begitu laki-laki berambut gondrong itu pergi.
“Kasihan ya, jalannya sempoyongan,” ucap Kudal.
“Itu baru terkena duriku, belum gigitan Bubun. Bisa-bisa dia langsung terkapar” sahut Sisinga. Bubun dan yang lain tertawa mendengarnya. Racun tetrodotoxin yang dimiliki ikan buntal memang mematikan.
“Eh, mana Guri?” Bubun berenang mengelilingi akuarium.
“Masih di kolam renang mungkin,” sahut Kepi. Ternyata sebelum tamu berambut gondrong itu datang, Guri sudah menyelinap keluar akuarium. Ia berhasil membuka tutup akuarium lalu menyelamatkan diri dengan bersembunyi di kolam renang.
“Itu dia!” seru Kudal sambil menunjuk Guri yang tengah merangkak dari kolam renang menuju akuarium.
“Aku di sini teman-teman!” ucap Guri gembira setelah masuk kembali ke dalam akuarium.
“Syukurlah kita bisa berkumpul kembali…” kata Bubun.
“Semua penghuni akuarium mendekat dan merangkul Guri. Guri menyambut mereka dengan menjulurkan tentakel-tentakelnya. Semua tertawa riang karena senang

Rabu, 28 November 2012

Majalah Ummi edisi November 2011





Sudah tiga hari ini Azzam memelihara kakaktua temuannya dengan penuh kasih sayang. Azzam sangat senang karena selama ini ia selalu merasa kesepian di rumah. Abi sering dinas ke luar kota. Di rumah pun hanya ada dia dan Umi. Rasanya Azzam sudah merasa dekat dengan burung itu. Ia beri nama burung itu, Bogo.
            Kriiing…! Bunyi telepon di ruang depan mengagetkan Azzam dan Umi yang sedang makan malam.
“Mungkin Abi.” Umi berlalu sambil mengelus kepala Azzam.
“Abi pulang kapan Mi? Azzam kangen nih.”
“Abi sudah hampir sampai rumah, tapi di gang depan ketemu sama kakek tua yang sedang menempel pengumuman kehilangan.”
“Ooh…” Azzam menggumam sambil melahap ayam goreng kesukaannya.
“Azzam, apa benar kamu menemukan burung kakaktua?”
“Iya, benar. Tapi kenapa Abi langsung tanya masalah itu? Tumben, biasanya nanyain kabar Azzam dulu.” Azzam terlihat kesal sekaligus bingung.
“Oya. Abi minta maaf. Begini, tadi Abi ketemu sama kakek yang sedang mencari burung. Nah… kata Umi, kamu baru menemukan burung kakaktua 3 hari yang lalu.” Abi berkata pelan sambil mengusap kepala Azzam.
“Tapi kan bisa saja burung lain, Bi?” Rupanya Azzam mulai cemas kalau benar kakek itu si pemilik burung kakaktua kesayangannya.
“Baik, begini saja. Abi telfon kakek itu untuk memastikan apakah benar beliau pemilik burung itu atau bukan. Bagaimana jagoan?” Abi meminta persetujuan dari Azzam. Azzam pun mengangguk pasrah.
            Ternyata ciri-ciri burung yang disebutkan kakek itu sama persis dengan Bogo. Luluh sudah harapan Azzam untuk memiliki burung itu. Padahal ia sudah terlanjur sayang dengannya.
“Bagaimanapun juga, kakek itu pemilik sah dari burung itu. Apalagi burung itu tadinya mau diberikan ke cucunya sebagai hadiah. Kasihan kan?” Umi berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada Azzam.
            “Nak, apa kamu sayang dengan burung ini?” Kakek itu mendekati Azzam yang duduk di sudut sofa sambil memandangi Bogo dengan penuh kesedihan.
“Iya, Kek. Tapi kalau Kakek mau mengambilnya, silakan.“ Ucap Azzam terbata-bata.
“Terima kasih ya Nak, kamu sudah merawat dan mengobatinya dengan baik. Apa kamu ikhlas kalau burung ini Kakek bawa pulang?”
“Ikhlas Kek.” Abi dan Umi tersenyum mendengar jawaban Azzam.
“Baiklah, Kakek akan memberikan burung ini kepada kamu sebagai ucapan terima kasih.”
“Apa?” Azzam terkejut begitu pula Abi dan Umi.
            Berkat ketulusan hatinya, Azzam mendapatkan dua sahabat sekaligus.  Bukan cuma Bogo, tapi juga Fariz cucu Kakek Hadi. Setelah mendengar cerita Kakeknya, Fariz mengizinkan Azzam untuk memiliki Bogo dan mau bersahabat dengan Azzam. Terima kasih ya Allah…